Praperadilan

Praperadilan adalah suatu mekanisme yang diatur dalam Pasal 1 butir 10 dan Pasal 11 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Mekanisme ini bertujuan untuk mengawasi tindakan aparat penegak hukum dan memperbaiki hukum acara pidana peninggalan Belanda atau Herzienner Inlands Reglement (HIR).[1] Praperadilan memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan sebelum perkara pokok disidangkan di pengadilan.[2]

Mekanisme Praperadilan

Praperadilan diatur untuk memeriksa dan memutus beberapa hal, yaitu:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan. Ini dapat diajukan oleh tersangka, keluarga, atau kuasanya.
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Ini dapat diajukan oleh penyidik, penuntut umum, atau pihak ketiga yang berkepentingan.
  3. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
  4. Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti. Ini dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan.

Pihak yang Dapat Mengajukan Praperadilan

Berikut adalah pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan:

  1. Tersangka. Mereka dapat mengajukan permohonan untuk memeriksa sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan yang dilakukan terhadap dirinya.
  2. Penyidik. Mereka dapat mengajukan permohonan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penuntutan.
  3. Penuntut Umum. Mereka dapat mengajukan permohonan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  4. Pihak ketiga yang berkepentingan. Contohnya, saksi korban dapat mengajukan permohonan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Tujuan Praperadilan

Tujuan utama dari praperadilan adalah untuk melindungi hak asasi manusia tersangka maupun terdakwa dalam suatu proses pidana. Praperadilan berupaya untuk mengurangi timbulnya penyalahgunaan kekuasaan oleh penyidik dalam melakukan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, serta penghentian penuntutan.

Implementasi Praperadilan

Implementasi praperadilan harus mendapat perhatian dan tempat yang khusus, karena tanpa suatu pengawasan yang ketat tidak mustahil hak asasi manusia akan ditindas oleh kekuasaan. Praperadilan juga menjadi upaya dari pemerintah untuk memperbaiki hukum acara pidana yang sering terjadi upaya paksa oleh aparat penegak hukum yang dilakukan tanpa menghormati hak asasi manusia.

Contoh Kasus

Contoh kasus yang menunjukkan pentingnya praperadilan adalah kasus-kasus korupsi seperti perkara penghentian penyidikan kasus korupsi Texmaco, penghentian penuntutan Soeharto, dan penghentian penyidikan Sjamsul Nursalim. Dalam kasus-kasus ini, pihak ketiga yang berkepentingan seperti LSM/ormas mengajukan permohonan praperadilan untuk memeriksa sah tidaknya tindakan penyidik.[3]

Referensi

  1. ^ Wahyuni, Willa. "Mengenal Mekanisme Praperadilan". hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-07-17. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  2. ^ "Website Pengadilan Negeri Kuningan". www.pn-kuningan.go.id. Diakses tanggal 2024-07-17. 
  3. ^ Aulia Haqi, Rihal Amel (2008). Legal standing pihak ketiga yang berkepentingan dalam permohonan praperadilan tindak pidana korupsi (Studi kasus putusan praperadilan perkara Texmaco, perkara H.M.Soeharto, dan perkara BLBI BDNI Sjamsul Nursalim). Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. (PDF).  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • l
  • b
  • s